Sastra Bukan Hal Biasa: Menilik Hubungan Film “Dead Poet Society” dan Gairah Hidup
We don’t read and write poetry because it’s cute. We read and write poetry because we are members of the human race — John Keating in Dead Poet Society (1989)
Sastra berisi tulisan atau huruf yang memaknai setiap kata yang ada dan ditulis oleh penulis itu sendiri. Sastra ada karena hubungan dan perasaan. Manusia adalah sosok perasa yang sangat kuat, bisa menangis, tertawa, marah, dan ekspresi lain mereka tunjukkan.
Sastra seringkali dianggap hal biasa dan berujung hanya menulis. Walaupun hanya menulis, apakah kalian tahu sebesar apa sastra bisa memengaruhi hidup seseorang?
Setelah menonton film “Dead Poet Society” dan buku original atau aslinya — saya mengerti bahwa sastra bukan hanya sekadar tulisan atau huruf. Namun, bentuk ekspresi manusia ketika mereka tidak dapat mengekspresikan melalui emosi mereka yang benar-benar terpendam. Mereka menulis sebagai alternatif luapan emosi yang membludak tinggi.
Tulisan sastra sering menyentuh atau “Nyes!” sekali di dada. Tidak hanya itu, juga kata-kata yang dirangkai tidak sembarangan. Mereka yang mengekspresikan diri melalui sastra adalah sosok murni yang entah itu baru saja disakiti atau mengalami kejadian yang mengharukan sehingga menulisnya sedemikian indahnya.
Di film “Dead Poet Society” dapat dilihat usaha seorang guru bernama John Keating agar murid-murid barunya yang terkenal nakal untuk menyukai pelajarannya yaitu pelajaran bahasa Inggris yang dianggap membosankan.
Perlahan tapi pasti, ia bisa meyakinkan muridnya dan bahkan digelar teater yang merekrut beberapa orang yang bersedia untuk ambil peran. John Keating sebagai guru pun selalu menyemangati muridnya dalam hal apapun termasuk tampilan teater tersebut.
Murid-muridnya tersentuh.
Mereka menyadari bahwa mereka juga manusia yang memiliki emosi dan perasaan. Semua perasaan yang mereka rasakan valid. Mereka adalah ras manusia yang melimpahkan emosi melalui sastra.
Dengan kata lain, sastra telah mengubah gairah hidup mereka untuk selalu tinggi.
Begitupun kita sebagai ras manusia yang bisa merasakan emosi manapun dan membutuhkan bantuan. Sastra bisa menjadi jalan alternatif untuk mengingatkan diri sendiri bahwa hidup ini masih berarti sekadar untuk ditulis dan diabadikan.
Gairah hidup memang tidak semudah itu untuk dinaikkan, tetapi hal yang pasti adalah sastra bukan hal biasa. Sastra adalah bagian dari diri manusia yang indah untuk meluapkan segala emosi mereka — dilampiaskan dalam bentuk kalimat yang sangat indah atau menyedihkan sebagai seni bertahan hidup.
Kehadiran sastra bukanlah mainan, tetapi alasan bertahan hidup seseorang demi sebuah luapan perasaan.