Bagaimana Rasanya Kembali “Hidup"?
Jika aku harus disuruh mengingat semuanya yang telah terjadi, maka jawabannya tentu tidak. Di titik ketidakwarasan ini, aku sangat bersyukur kembali “hidup" dan merasakan hidup yang sebenar-benarnya.
Setahun yang lalu, aku masih menangis di kamar yang gelap. Di detik aku menulis ini, tentu masih sama. Namun, aku berhasil melakukan sesuatu yang bahkan tak bisa aku duga. Aku berhasil melepasmu pergi dengan segala keegoisan yang masih merayapi.
Aku tak menduga aku akan lolos di universitas yang aku impikan, tetapi dengan ganjaran kau kembali. Pikiranku berputar, apakah memang ini jalannya? Apakah ada jalan lain?
Setelah kau kembali, aku kira semuanya telah berubah. Namun, sayang seribu sayang, itu hanyalah tipu daya. Aku kembali melakukan hal yang bahkan lebih parah dalam menyakiti diriku sendiri, overdosis. Aku bisa meminum obat lebih dari 3–4 butir jika sedang “kambuh".
Satu bulan berlalu, aku pun tetap melanjutkan hidupku. Bagaimana rasanya? Setiap pagi, bahkan jika aku lengah, rasa panik di dada menyerangku. Itu sakit, bahkan aku harus mengeluarkan semua tangisan demi ketenangan yang tak berlangsung lama.
Hari demi hari aku lalui, tak terduga aku mendapat banyak rezeki dari bisnis yang aku jalankan. Berarti, Tuhan benar-benar mentakdirkan aku di posisi ini—hebat sekali.
Saat itu aku menjalani kehidupan seperti biasa—kehampaan menemaniku setiap saat. Membuatku sangat lelah, bahkan untuk sekedar mengisi perut. Aku benar-benar menyiksa diriku dalam pagar tak berujung.
Di saat itu pula aku masih menginginkanmu kembali, menyedihkan sekali, bukan? Tetapi, aku perlahan-lahan memakan waktu, mencerna semua, dan mengikhlaskan luka yang kau tinggalkan.
Luka ketika aku tahu dibohongi, luka ketika aku tahu kau berselingkuh kembali, luka ketika aku tahu bahwa kau hanya menginginkan tubuhku saja.
Jika aku bisa memutar waktu—bertemu denganmu adalah sesuatu yang tak akan kulakukan dua kali ataupun tak akan ku pilih sama sekali.
Rasanya hidup dalam ambang kematian hingga mempertanyakan, sampai kapan aku merasa seperti ini terulang jelas dalam memoriku. Kau adalah memori buruk.
Hingga kini, semua bukti kau mendua masih tersimpan rapih. Aku tidak akan menghapuskan itu sampai kapanpun. Satu-satunya bukti yang aku dapat buktikan bahwa kau adalah manusia yang sangat jahat.
Sekarang, dua bulan berlalu. Bagaimana denganku? Aku tak menyangka bisa tenang. Walau masih sekilas memikirkan kenangan lama atau impianku bersamamu.
Kau, kembali ke dunia kelam itu… aku mengetahuinya. Ternyata, melepas orang yang salah tidak lah rugi.
Aku di sini, dengan pemikiran yang membaik dan lingkungan yang mendukung. Kau terjebak dalam loop yang bahkan hanya akan membuatmu terpuruk.
Di saat aku membuka hati kembali, aku menemukan beberapa orang. Aku menyeleksi mereka dan menyisakan seseorang saja. Kami hanya berbicara beberapa hari sekali dengan terkadang bergurau atau menceritakan pengalaman masing-masing.
Terima kasih, Anthony.
Kehadiranmu sekilas membawa perubahan. Aku mengetahui Karen, si kecil lucu itu dan beberapa hewan peliharaanmu yang imut membawaku hidup kembali.
Jika kau membaca ini sesekali, maka pahamilah bahwa keberadaanmu di dunia tak seburuk itu.
Terima kasih juga untuk para sahabat dan teman yang menggenggamku erat untuk menuju suatu tempat yang terang, penuh dengan orang yang bisa memberikanku pelukan hangat dan kasih sayang tanpa batas.
Aku bersyukur bisa hidup kembali.
Aku bersyukur bisa merasakan kehadiran orang-orang yang benar-benar menyayangiku.
Aku bersyukur masih bisa melanjutkan mimpiku.
Aku bersyukur Edinburgh tinggal beberapa langkah lagi.
Bersenanglah, aku hidup tanpa mengganggu dan damai dengan segalanya.